Senin, 28 Oktober 2013

Eating Disorder "PICA"



Sekarang ini sering kali kita melihat dan mendengar berita tentang seorang anak yang senang memakan sesuatu yang menurut kita tak lazim, ada yang memakan obat nyamuk batang, putung rokok, abu rokok, sabun, dan pasta gigi. Kasus tersebut sering disebut sabagai “Pica.” Pica adalah sebuah istilah yang menunjuk pada keinginan kuat untuk memakan benda-benda yang bukan merupakan makanan. Pica dapat terjadi pada siapapun, baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
            Dibawah ini merupakan salah satu kasus pica yang terjadi pada seorang anak berusia 4 tahun.
Hikmatus Solihah, 4, tidak berbeda dengan bocah-bocah sebayanya. Ia bahkan tergolong periang dan cerdas. Namun putri pasangan Abdul Jamal-Siti Romlah, warga dusun Curahbanyak, desa Kluwut, kecamatan Wonorejo, kabupaten Pasuruan, ini punya kebiasaan aneh, yaitu suka makan beras mentah.
Leha, panggilan bocah ini sedang menikmati sepiring kecil beras mentah didampingi ayahnya, Jamal dan kakaknya Afifudin. Butiran beras itu dikunyahnya hingga halus sebelum ditelan. Tidak terlihat kesulitan siswi TK Karangpoh Kluwut itu mengunyah. Sekitar 15 menit kemudian, sepiring beras itu pun ludes.
Pemandangan itu terjadi tiap pagi hari. Bagi Leha, camilan adalah beras mentah, bukan kue-kue seperti yang disukai bocah-bocah lain. Jamal dan istrinya sebenarnya ingin menghentikan kebiasaan ini, tetapi kalau tidak diberi, Leha akan meminta beras ke tetangga. “tapi kami juga membatasi. Karena kalau tidak, sehari dia bisa habis sekilo,” kata Jamal.

                Pica merupakan salah satu gangguan makan atau eating disorder. Perilaku makan non pangan tidak sesuai dengan perkembangan individu, perilaku tersebut bukan karena adanya penyakit lain melainkan murni karena kebiasaan anak dan kesukaan anak, dan pica terjadi bukan secara eksklusif karena adanya gangguan mental pada anak misalnya pada anak skizofrenia. Dengan melihat benda yang biasa dimakan, tentu kita dapat berkesimpulan bahwa prilaku ini sangat berbahaya. Benda yang dimakan juga hampir selalu merupakan benda yang tidak bersih sehingga dapat menyebabkan infeksi, terutama infeksi cacing dan parasit lainnya yang bisa ikut tertelan. Ini akan menyebabkan semakin beratnya kondisi malnutrisi yang mungkin dialami dan gangguan saluran cerna. Selain itu dampak yang lebih parah bisa menyebabkan terjadinya robek pada saluran cerna, yang pada akhirnya menyebabkan luka hebat dan infeksi.
            Anak kecil sering kali memasukan apapun kedalam mulutnya, sehingga ini bisa menjadi salah satu penyebab pica. Hal ini tak bisa dipungkiri, karena ada suatu tahap yaitu tahap “oral” yang merupakan suatu tahap yang harus di lewati oleh setiap manusia. Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum, merokok, makan, atau menggigit kuku.
            Cara efektif untuk mencegah agar anak tidak memiliki perilaku pica tidak lain adalah peran orang tua. Orang tua harus aktif menjaga anaknya yang masih dalam tahap pengenalan dari benda-benda yang berbahaya, dan mengenalkannya dengan benda-benda yang aman untuk anak seusia tersebut. Hal seperti itu sangat perlu sebagai upaya pencegahan agar pica tidak terjadi pada anak. Orang tua juga sebaiknya rutin memeriksakan anak untuk mengecek apakah tidak ada bahan berbahaya yang pernah ditelan oleh anak. Namun jika anak sudah memiliki kebiasaan itu, maka orang tua harus bisa tegas dan intensif untuk menyembuhkan kebiasaan anak. Kenyataannya sekarang banyak orang tua yang kasian melihat anaknya menangis karena ingin makan serbuk bata atau bedak sehingga mereka membiarkannya makan sekehendak anak. Cara tersebut jelas salah dan merupakan pengejewantahan dari wujud ketidaktahuan orang tua dalam mendidik anaknya. Karena bentuk rasa kasihan seperti itu bukanlah wujud kasih sayang orang tua kepada anak, melainkan justru malah membahayakan kesehatan anaknya.
Sekali lagi orang tua harus tegas! Orang tua tidak boleh menuruti keinginan anaknya jika meminta benda-benda asing untuk dimakan, orang tua juga harus mengawasi anak ketika bermain. Ketika anak lapar dan ingin makan, orang tua bisa memanfaatkan hal tersebut untuk mengenalkannya jenis-jenis makanan yang sehat dan bergizi dengan tujuan untuk mengalihkan perhatian anak pada benda yang ingin dimakan ke makanan yang betul-betul layak untuk dimakan. Rangsang otak anak dengan makanan-makanan yang bergizi ketika dirinya lapar, ketika otak terbiasa dengan rangsangan dari makanan maka lama kelamaan perhatian anak akan teralihkan dari benda-benda asing yang ingin dia makan. Jadi peran orang tua sangatlah penting.

Rabu, 13 Februari 2013

Like a Surfer



Mungkin judul tersebut terlihat sangat pasaran dan sederhana, bahkan terlalu sederhana. But bagi saya jangan melihat dari sebuah judul saja, apakah judul tersebut menarik atau tidak. Meski kata Mario Teguh bahwa penampilan luar itu penting, tapi kalau kita tak menyelaminya apakah kita tau apa yang ada didalamnya. So, bagi saya judul yang sederhana atau bahkan amat sangat sederhana tak jadi masalah ketika kita bisa mengerti dan memaknai apa yang terkandung didalamnya. (kok malah ngomongin judul…..)
Cukup sudah basa-basinya…
Ini adalah sebuah tulisan pertama saya tentang apa yang telah saya dapat ketika saya berlibur di Bali beberapa waktu lalu. Singkat cerita, saya dan beberapa teman saya pergi ke Kuta di senja hari yang Alhamdulillah meski sedikit mendung tapi tetap indah. Bukan karena banyak bule-bule yang pakai bikini atau banyak gadis-gadis yang cantik disana, tapi karena apa yang telah saya dapatkan disana.
Saya duduk di atas pasir pantai Kuta. Memandang laut lepas yang begitu luas. Tapi perhatian saya teralihkan ke para peselancar di sana. Saya bertanya apa yang enak dari berselancar?, tapi itu tak akan terjawab kalau kita tak mencobanya kan. Dari situ saya jadi ingat sesuatu tentang bagaimana peselancar ingin bersenang-senang dengan ombak, ia harus memilih ombak yang bagus untuknya. Ketika sudah mendapatkan ombak yang di inginkan, peselancar akan mulai atraksinya. Mengarungi ombak dengan perasaan seakan ingin menunjukkan this is my time, bukan untuk pamer kemampuan tapi untuk menikmati ombak yang telah dipilihnya. Percaya diri bahwa ia bisa melakukannya dan terjatuh adalah resikonya. Saya berpikir itu lah ending dari berselancar, tetapi ternyata bukan hanya itu saja. Terjatuh atau sengaja terjatuh memang itu akhirnya tetapi bagaimana ia bisa puas dengan apa yang telah ia pilih dan apa yang telah ia lakukan.
Seperti dalam kehidupankan? Hidup ini penuh dengan pilihan. Terkadang kita memilih yang terbaik untuk kita, tapi belum tentu kita dapat melakukannya atau kita memilih yang terburuk, tapi ternyata kita bisa melakukannya. Tetapi ketika kita sudah memilih, kita harus melakukan yang terbaik kan. Kita tidak bisa memprediksi masa depan kita bakal seperti apa, yang ada adalah kita berusaha sekarang dan menikmati apa yang ada, lalu kita akan “tertawa” dengan apa yang telah kita capai. Kegagalan atau terjatuh memang suatu hal yang tidak menyenangkan, tapi bukan kegagalan tersebut yang dilihat melainkan adalah prosesnya, usaha kita kenap bisa sampai gagal. Ketika sudah memahami kenapa bisa gagal, kita bisa berusaha lagi bukan. Jangan pernah menyesal ketika kita gagal dalam suatu hal. Kita masih bisa bangkit dan berusaha lagi. Menikmati segala proses yang kita lakukan itu sangat menyenangkan karena menurut saya itulah cerita hidup yang sebenarnya. Saya percaya bahwa Tuhan selalu memberikan kesempatan yang sangat lebar dan banyak sekali. So, kenapa mesti takut untuk selalu berusaha, lagi, dan lagi?
“Life like a Surfer, You can Choose, do Your Best, and Enjoy It”