Sekarang
ini sering kali kita melihat dan mendengar berita tentang seorang anak yang
senang memakan sesuatu yang menurut kita tak lazim, ada yang memakan obat
nyamuk batang, putung rokok, abu rokok, sabun, dan pasta gigi. Kasus tersebut
sering disebut sabagai “Pica.” Pica adalah sebuah istilah yang menunjuk pada
keinginan kuat untuk memakan benda-benda yang bukan merupakan makanan. Pica dapat
terjadi pada siapapun, baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Dibawah ini merupakan salah satu
kasus pica yang terjadi pada seorang anak berusia 4 tahun.
Hikmatus
Solihah, 4, tidak berbeda dengan bocah-bocah sebayanya. Ia bahkan tergolong
periang dan cerdas. Namun putri pasangan Abdul Jamal-Siti Romlah, warga dusun
Curahbanyak, desa Kluwut, kecamatan Wonorejo, kabupaten Pasuruan, ini punya
kebiasaan aneh, yaitu suka makan beras mentah.
Leha, panggilan
bocah ini sedang menikmati sepiring kecil beras mentah didampingi ayahnya,
Jamal dan kakaknya Afifudin. Butiran beras itu dikunyahnya hingga halus sebelum
ditelan. Tidak terlihat kesulitan siswi TK Karangpoh Kluwut itu mengunyah. Sekitar
15 menit kemudian, sepiring beras itu pun ludes.
Pemandangan itu
terjadi tiap pagi hari. Bagi Leha, camilan adalah beras mentah, bukan kue-kue
seperti yang disukai bocah-bocah lain. Jamal dan istrinya sebenarnya ingin
menghentikan kebiasaan ini, tetapi kalau tidak diberi, Leha akan meminta beras
ke tetangga. “tapi kami juga membatasi. Karena kalau tidak, sehari dia bisa
habis sekilo,” kata Jamal.
Pica merupakan salah
satu gangguan makan atau eating disorder.
Perilaku makan non pangan tidak sesuai dengan perkembangan individu, perilaku
tersebut bukan karena adanya penyakit lain melainkan murni karena kebiasaan
anak dan kesukaan anak, dan pica terjadi bukan secara eksklusif karena adanya
gangguan mental pada anak misalnya pada anak skizofrenia. Dengan melihat benda
yang biasa dimakan, tentu kita dapat berkesimpulan bahwa prilaku ini sangat
berbahaya. Benda yang dimakan juga hampir selalu merupakan benda yang tidak
bersih sehingga dapat menyebabkan infeksi, terutama infeksi cacing dan parasit
lainnya yang bisa ikut tertelan. Ini akan menyebabkan semakin beratnya kondisi
malnutrisi yang mungkin dialami dan gangguan saluran cerna. Selain itu dampak
yang lebih parah bisa menyebabkan terjadinya robek pada saluran cerna, yang
pada akhirnya menyebabkan luka hebat dan infeksi.
Anak kecil sering kali memasukan
apapun kedalam mulutnya, sehingga ini bisa menjadi salah satu penyebab pica. Hal
ini tak bisa dipungkiri, karena ada suatu tahap yaitu tahap “oral” yang
merupakan suatu tahap yang harus di lewati oleh setiap manusia. Pada tahap oral, sumber utama bayi
interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah
sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal kesenangan
dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap.
Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki
masalah dengan ketergantungan atau agresi. fiksasi oral dapat mengakibatkan
masalah dengan minum, merokok, makan, atau menggigit kuku.
Cara
efektif untuk mencegah agar anak tidak memiliki perilaku pica tidak lain adalah
peran orang tua. Orang tua harus aktif menjaga anaknya yang masih dalam tahap
pengenalan dari benda-benda yang berbahaya, dan mengenalkannya dengan
benda-benda yang aman untuk anak seusia tersebut. Hal seperti itu sangat perlu
sebagai upaya pencegahan agar pica tidak terjadi pada anak. Orang tua juga
sebaiknya rutin memeriksakan anak untuk mengecek apakah tidak ada bahan
berbahaya yang pernah ditelan oleh anak. Namun jika anak sudah memiliki
kebiasaan itu, maka orang tua harus bisa tegas dan intensif untuk menyembuhkan
kebiasaan anak. Kenyataannya sekarang banyak orang tua yang kasian melihat
anaknya menangis karena ingin makan serbuk bata atau bedak sehingga mereka
membiarkannya makan sekehendak anak. Cara tersebut jelas salah dan merupakan
pengejewantahan dari wujud ketidaktahuan orang tua dalam mendidik anaknya.
Karena bentuk rasa kasihan seperti itu bukanlah wujud kasih sayang orang tua
kepada anak, melainkan justru malah membahayakan kesehatan anaknya.
Sekali lagi
orang tua harus tegas! Orang tua tidak boleh menuruti keinginan anaknya jika
meminta benda-benda asing untuk dimakan, orang tua juga harus mengawasi anak
ketika bermain. Ketika anak lapar dan ingin makan, orang tua bisa memanfaatkan
hal tersebut untuk mengenalkannya jenis-jenis makanan yang sehat dan bergizi
dengan tujuan untuk mengalihkan perhatian anak pada benda yang ingin dimakan ke
makanan yang betul-betul layak untuk dimakan. Rangsang otak anak dengan
makanan-makanan yang bergizi ketika dirinya lapar, ketika otak terbiasa dengan
rangsangan dari makanan maka lama kelamaan perhatian anak akan teralihkan dari
benda-benda asing yang ingin dia makan. Jadi peran orang tua sangatlah penting.